{display:block; -khtml-user-select:none; -webkit-user-select:none; -moz-user-select:none; -ms-user-select:none; -o-user-select:none; user-select:none; unselectable:on;}

Cari Blog Ini

Jumat, 05 Oktober 2018

Kata Pengantar


KATA PENGANTAR

Ada dua  pernyataan yang  sering kita dengar sebagai warga masyarakat.  Yang pertama, “Jangan melupakan sejarah !”, demikian kata banyak orang sepuh kepada anak-anak muda agar mereka selalu belajar dari masa lalu dan tidak mengulangi yang buruk di masa depan. 
Yang kedua,  “Ah sejarah itu menjemukan. Hanya sekadar daftar nama raja, nama keluarga raja, tahun pemerintahan atau tahun-tahun kejadian yang penting  saja. Tidak ada cerita yang menyentuh hati,” demikian kata  orang-orang yang menganggap sejarah hanya seperti itu saja tetapi di sisi lain  banyak di antara mereka yang gemar membaca novel.
Sejarah penting bagi anak bangsa. Itu benar ! Sejarah menjemukan kalau hanya berupa data mentah. Itu juga benar !  Padahal penemuan bukti-bukti sejarah masa lalu dari waktu ke waktu - sebagian besar - memang berupa data-data  yang belum bermakna.  Kecuali babad yang hanya beberapa buah kitab saja, hampir tidak ada catatan yang dibuat oleh raja, tokoh atau orang lainnya di masa lalu yang   membuat pembacanya gembira atau menangis seperti kalau membaca novel.
Menyadari bahwa sejarah itu penting, jika yang diambil adalah hikmahnya,  di satu sisi, dan di sisi lain tidak membosankan ketika membacanya,  penulis  berusaha menyusun  sebuah novel sejarah yang berisi hikmah kehidupan.  Judulnya ‘Wirawigna Ring Dwipantara’ sebagai episode pertama dari serial novel Cadik-cadik Perahu Nanhai’.
Selain berisi hikmah yang dipelajari dari kehidupan rakyat sebagai pribadi dan sebagai warga masyarakat, novel ini juga berisi hikmah yang diambil dari kehidupan para tokoh yang sering mengabaikan kepentingan masyarakat karena hasrat pribadinya.
Kalau dicermati, bukankah  peristiwa yang terjadi di sekeliling kita  dari dulu sampai sekarang hampir sama saja,  yaitu : cinta dan dicintai,  nafsu untuk kawin, nafsu untuk kaya, nafsu untuk menguasai dan sejenisnya yang berbuntut pada pertikaian dan selanjutnya perang ? 
Bukankah dari dulu selalu ada orang yang curang, iri hati, cemburu, suka mengambil hak orang, tukang fitnah, tukang omong, kejam dan sejenisnya tetapi  di sisi lain ada orang yang penyabar, bekerja diam-diam,  pintar bersiasat dan bijak ?  Itulah beberapa kesamaan yang terus berulang dari waktu ke waktu, sebagai bumbu penyedap kehidupan, sehingga menghasilkan cerita  yang bisa dinovelkan.
Bagaimanapun juga novel sejarah bukanlah sejarah. Novel sejarah memakai sejarah hanya sebagai pondasi cerita yang meliputi tahun, nama, tempat dan peristiwa sebagaimana tertera dalam buku sejarah.  Lebih dari itu,  yang tidak tercatat dalam buku sejarah, hanyalah cerita.  Yaitu cerita yang  digali dari kehidupan yang dari dulu ya itu-itu saja,  yaitu  perebutan’ sesuatu yang didasari oleh nafsu yang sejak awal sudah tertanam pada jiwa manusia. 
Terima kasih saya sampaikan kepada keluarga, sahabat, kawan serta berbagai pihak lainnya yang telah membantu saya. Semoga berkahNya selalu dikaruniakan kepada kita semua.   Mudah-mudahan bermanfaat. 

Bogor, Oktober 2016
Sastrawan Batangan
(e-mail : bermitra15@gmail.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar